Selasa, 10 Agustus 2010

Berbenah Diri Menyambut Bulan Ramadhan


Allah Ta’ala telah
mengutamakan sebagian
waktu (zaman) di atas
sebagian lainnya,
sebagaimana Dia
mengutamakan sebagian
manusia di atas sebagian
lainnya dan sebagian tempat
di atas tempat lainnya.
Allah Ta’ala berfirman,
َكُّبَرَو ُقُلْخَي اَم ُءاَشَي
ُراَتْخَيَو اَم َناَك ُمُهَل
ُةَرَيِخْلا
“Dan Rabbmu menciptakan
apa yang Dia kehendaki dan
memilihnya, sekali-kali tidak
ada pilihan bagi mereka ” (QS
al-Qashash:68).
Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di
ketika menafsirkan ayat di
atas, beliau berkata, “(Ayat
ini menjelaskan)
menyeluruhnya ciptaan Allah
bagi seluruh makhluk-Nya,
berlakunya kehendak-Nya
bagi semua ciptaan-Nya, dan
kemahaesaan-Nya dalam
memilih dan
mengistimewakan apa (yang
dikehendaki-Nya), baik itu
manusia, waktu (jaman)
maupun tempat ”[1].
Termasuk dalam hal ini
adalah bulan Ramadhan yang
Allah Ta ’ala utamakan dan
istimewakan dibanding bulan-
bulan lainnya, sehingga dipilih-
Nya sebagai waktu
dilaksanakannya kewajiban
berpuasa yang merupakan
salah satu rukun Islam.
Sungguh Allah Ta’ala
memuliakan bulan yang penuh
berkah ini dan menjadikannya
sebagai salah satu musim
besar untuk menggapai
kemuliaan di akhirat kelak,
yang merupakan kesempatan
bagi hamba-hamba Allah
Ta ’ala yang bertakwa untuk
berlomba-lomba dalam
melaksanakan ketaatan dan
mendekatkan diri kepada-Nya
[2].
Bagaimana Seorang Muslim
Menyambut Bulan Ramadhan?
Bulan Ramadhan yang penuh
kemuliaan dan keberkahan,
padanya dilipatgandakan
amal-amal kebaikan,
disyariatkan amal-amal ibadah
yang agung, di buka pintu-
pintu surga dan di tutup pintu-
pintu neraka [3].
Oleh karena itu, bulan ini
merupakan kesempatan
berharga yang ditunggu-
tunggu oleh orang-orang yang
beriman kepada Allah Ta ’ala
dan ingin meraih ridha-Nya.
Dan karena agungnya
keutamaan bulan suci ini,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam selalu
menyampaikan kabar gembira
kepada para sahabat
radhiyallahu ‘anhum akan
kedatangan bulan yang penuh
berkah ini [4].
Sahabat yang mulia, Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu
berkata, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, menyampaikan
kabar gembira kepada para
sahabatnya, “Telah datang
bulan Ramadhan yang penuh
keberkahan, Allah
mewajibkan kalian berpuasa
padanya, pintu-pintu surga di
buka pada bulan itu, pintu-
pintu neraka di tutup, dan
para setan dibelenggu. Pada
bulan itu terdapat malam
(kemuliaan/lailatul qadr) yang
lebih baik dari seribu bulan,
barangsiapa yang terhalangi
(untuk mendapatkan)
kebaikan malam itu maka
sungguh dia telah dihalangi
(dari keutamaan yang
agung )”[5].
Imam Ibnu Rajab, ketika
mengomentari hadits ini,
beliau berkata, “Bagaimana
mungkin orang yang beriman
tidak gembira dengan
dibukanya pintu-pintu surga?
Bagaimana mungkin orang
yang pernah berbuat dosa
(dan ingin bertobat serta
kembali kepada Allah Ta’ala)
tidak gembira dengan
ditutupnya pintu-pintu neraka?
Dan bagaimana mungkin
orang yang berakal tidak
gembira ketika para setan
dibelenggu ?”[6].
Dulunya, para ulama salaf
jauh-jauh hari sebelum
datangnya bulan Ramadhan
berdoa dengan sungguh-
sungguh kepada Allah Ta ’ala
agar mereka mencapai bulan
yang mulia ini, karena
mencapai bulan ini merupakan
nikmat yang besar bagi orang-
orang yang dianugerahi taufik
oleh Alah Ta ’ala. Mu’alla bin
al-Fadhl berkata, “Dulunya
(para salaf) berdoa kepada
Allah Ta ’ala (selama) enam
bulan agar Allah
mempertemukan mereka
dengan bulan Ramadhan,
kemudian mereka berdoa
kepada-Nya (selama) enam
bulan (berikutnya) agar Dia
menerima (amal-amal shaleh)
yang mereka (kerjakan )”[7].
Maka hendaknya seorang
muslim mengambil teladan
dari para ulama salaf dalam
menyambut datangnya bulan
Ramadhan, dengan
bersungguh-sungguh berdoa
dan mempersiapkan diri untuk
mendulang pahala kebaikan,
pengampunan serta keridhaan
dari Allah Ta ’ala, agar di
akhirat kelak mereka akan
merasakan kebahagiaan dan
kegembiraan besar ketika
bertemu Allah Ta ’ala dan
mendapatkan ganjaran yang
sempurna dari amal kebaikan
mereka. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Orang yang
berpuasa akan merasakan dua
kegembiraan (besar):
kegembiraan ketika berbuka
puasa dan kegembiraan ketika
dia bertemu Allah ”[8].
Tentu saja persiapan diri yang
dimaksud di sini bukanlah
dengan memborong berbagai
macam makanan dan
minuman lezat di pasar untuk
persiapan makan sahur dan
balas dendam ketika berbuka
puasa. Juga bukan dengan
mengikuti berbagai program
acara Televisi yang lebih
banyak merusak dan
melalaikan manusia dari
mengingat Allah Ta’ala dari
pada manfaat yang
diharapkan, itupun kalau ada
manfaatnya.
Tapi persiapan yang dimaksud
di sini adalah mempersiapkan
diri lahir dan batin untuk
melaksanakan ibadah puasa
dan ibadah-ibadah agung
lainnya di bulan Ramadhan
dengan sebaik-sebaiknya,
yaitu dengan hati yang ikhlas
dan praktek ibadah yang
sesuai dengan petunjuk dan
sunnah Rasulullah shallallahu
‘ alaihi wa sallam. Karena
balasan kebaikan/keutamaan
dari semua amal shaleh yang
dikerjakan manusia, sempurna
atau tidaknya, tergantung dari
sempurna atau kurangnya
keikhlasannya dan jauh atau
dekatnya praktek amal
tersebut dari petunjuk Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam
[9].
Hal ini diisyaratkan dalam
sabda Rasulullah shallallahu
‘ alaihi wa sallam, “Sungguh
seorang hamba benar-benar
melaksanakan shalat, tapi
tidak dituliskan baginya dari
(pahala kebaikan) shalat
tersebut kecuali
sepersepuluhnya,
sepersembilannya,
seperdelapannya,
sepertujuhnya, seperenamnya,
seperlimanya, seperempatnya,
sepertiganya, atau
seperduanya ”[10].
Juga dalam hadits lain tentang
puasa, Rasulullah shallallahu
‘ alaihi wa sallam bersabda,
“Terkadang orang yang
berpuasa tidak mendapatkan
bagian dari puasanya kecuali
lapar dan dahaga saja ”[11].
Meraih Takwa dan Kesucian
Jiwa dengan Puasa Ramadhan
Hikmah dan tujuan utama
diwajibkannya puasa adalah
untuk mencapai takwa kepada
Allah Ta ’ala[12], yang
hakikatnya adalah kesucian
jiwa dan kebersihan hati [13].
Maka bulan Ramadhan
merupakan kesempatan
berharga bagi seorang muslim
untuk berbenah diri guna
meraih takwa kepada Allah
Ta ’ala.
Allah Ta’ala berfirman,
اَي اَهُّيَأ َنيِذَّلا اوُنَمَآ
َبِتُك ُمُكْيَلَع ُماَيِّصلا
اَمَك َبِتُك ىَلَع َنيِذَّلا ْنِم
ْمُكِلْبَق ْمُكَّلَعَل
َنوُقَّتَت
“Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas
kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu, agar kamu
bertakwa ” (QS al-
Baqarah:183).
Imam Ibnu Katsir berkata,
“ Dalam ayat ini Allah Ta’ala
berfirman kepada orang-
orang yang beriman dan
memerintahkan mereka untuk
(melaksanakan ibadah) puasa,
yang berarti menahan (diri)
dari makan, minum dan
hubungan suami-istri dengan
niat ikhlas karena Allah Ta ’ala
(semata), karena puasa
(merupakan sebab untuk
mencapai) kebersihan dan
kesucian jiwa, serta
menghilangkan noda-noda
buruk (yang mengotori hati)
dan semua tingkah laku yang
tercela ”[14].
Lebih lanjut, Syaikh Abdur
Rahman as-Sa ’di menjelaskan
unsur-unsur takwa yang
terkandung dalam ibadah
puasa, sebagai berikut:
- Orang yang berpuasa
(berarti) meninggalkan semua
yang diharamkan Allah
(ketika berpuasa), berupa
makan, minum, berhubungan
suami-istri dan sebagainya,
yang semua itu diinginkan
oleh nafsu manusia, untuk
mendekatkan diri kepada
Allah dan mengharapkan
balasan pahala dari-Nya
dengan meninggalkan semua
itu, ini adalah termasuk takwa
(kepada-Nya).
- Orang yang berpuasa
(berarti) melatih dirinya untuk
(merasakan) muraqabatullah
(selalu merasakan
pengawasan Allah Ta ’ala),
maka dia meninggalkan apa
yang diinginkan hawa
nafsunya padahal dia mampu
(melakukannya), karena dia
mengetahui Allah maha
mengawasi (perbuatan)nya.
- Sesungguhnya puasa akan
mempersempit jalur-jalur
(yang dilalui) setan (dalam diri
manusia), karena
sesungguhnya setan beredar
dalam tubuh manusia di
tempat mengalirnya darah
[15], maka dengan berpuasa
akan lemah kekuatannya dan
berkurang perbuatan maksiat
dari orang tersebut.
- Orang yang berpuasa
umumnya banyak melakukan
ketaatan (kepada Allah
Ta ’ala), dan amal-amal
ketaatan merupakan bagian
dari takwa.
- Orang yang kaya jika
merasakan beratnya (rasa)
lapar (dengan berpuasa)
maka akan menimbulkan
dalam dirinya (perasaan) iba
dan selalu menolong orang-
orang miskin dan tidak
mampu, ini termasuk bagian
dari takwa [16].
Bulan Ramadhan merupakan
musim kebaikan untuk melatih
dan membiasakan diri
memiliki sifat-sifat mulia
dalam agama Islam, di
antaranya sifat sabar. Sifat ini
sangat agung kedudukannya
dalam Islam, bahkan tanpa
adanya sifat sabar berarti
iman seorang hamba akan
pudar. Imam Ibnul Qayyim
menggambarkan hal ini dalam
ucapan beliau, “Sesungguhnya
(kedudukan sifat) sabar dalam
keimanan (seorang hamba)
adalah seperti kedudukan
kepala (manusia) pada
tubuhnya, kalau kepala
manusia hilang maka tidak
ada kehidupan bagi
tubuhnya ”[17].
Sifat yang agung ini, sangat
erat kaitannya dengan puasa,
bahkan puasa itu sendiri
adalah termasuk kesabaran.
Oleh karena itu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam hadits yang shahih
menamakan bulan puasa
dengan syahrush shabr (bulan
kesabaran) [18]. Bahkan Allah
menjadikan ganjaran pahala
puasa berlipat-lipat ganda
tanpa batas [19], sebagaimana
sabda Rasulullah shallallahu
‘ alaihi wa sallam, “Semua
amal (shaleh yang dikerjakan)
manusia dilipatgandakan
(pahalanya), satu kebaikan
(diberi ganjaran) sepuluh
sampai tujuh ratus kali lipat.
Allah Ta ’ala berfirman:
“Kecuali puasa (ganjarannya
tidak terbatas), karena
sesungguhnya puasa itu
(khusus) untuk-Ku dan Akulah
yang akan memberikan
ganjaran (kebaikan)
baginya ”[20].
Demikian pula sifat sabar,
ganjaran pahalanya tidak
terbatas, sebagaimana firman
Allah Ta ’ala,
{ اَمَّنِإ ىَّفَوُي َنوُرِباَّصلا
ْمُهَرْجَأ ِرْيَغِب ٍباَسِح }
“Sesungguhnya orang-orang
yang bersabar akan
disempurnakan (ganjaran)
pahala mereka tanpa
batas ” (QS az-Zumar:10).
Imam Ibnu Rajab al-Hambali
menjelaskan eratnya
hubungan puasa dengan sifat
sabar dalam ucapan
beliau, “Sabar itu ada tiga
macam: sabar dalam
(melaksanakan) ketaatan
kepada Allah, sabar dalam
(meninggalkan) hal-hal yang
diharamkan-Nya, dan sabar
(dalam menghadapi)
ketentuan-ketentuan-Nya
yang tidak sesuai dengan
keinginan (manusia). Ketiga
macam sabar ini (seluruhnya)
terkumpul dalam (ibadah)
puasa, karena (dengan)
berpuasa (kita harus)
bersabar dalam
(menjalankan) ketaatan
kepada Allah, dan bersabar
dari semua keinginan syahwat
yang diharamkan-Nya bagi
orang yang berpuasa, serta
bersabar dalam (menghadapi)
beratnya (rasa) lapar, haus,
dan lemahnya badan yang
dialami orang yang
berpuasa ”[21].
Penutup
Demikianlah nasehat ringkas
tentang keutamaan bulan
Ramadhan, semoga
bermanfaat bagi semua orang
muslim yang beriman kepada
Allah Ta ’ala dan
mengharapkan ridha-Nya,
serta memberi motivasi bagi
mereka untuk bersemangat
menyambut bulan Ramadhan
yang penuh kemuliaan dan
mempersiapkan diri dalam
perlombaan untuk meraih
pengampunan dan kemuliaan
dari-Nya, dengan bersungguh-
sungguh mengisi bulan
Ramadhan dengan ibadah-
ibadah agung yang
disyariatkan-Nya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Pada
setiap malam (di bulan
Ramadhan) ada penyeru
(malaikat) yang menyerukan:
Wahai orang yang
menghendaki kebaikan
hadapkanlah (dirimu), dan
wahai orang yang
menghendaki keburukan
kurangilah
(keburukanmu )!”[22].
ىلصو هللا ملسو كرابو ىلع
انيبن دمحم هلآو هبحصو نيعمجأ،
رخآو اناوعد نأ دمحلا هلل بر
نيملاعلا
Kota Kendari, 6 Sya’ban 1431
H
Penulis: Ustadz Abdullah bin
Taslim al-Buthoni, MA
Artikel www.muslim.or.id

0 komentar:

Posting Komentar

MOTEKAR-LIFE™ © 2008 Template by:
SkinCorner