Senin, 26 Juli 2010

Shalat tasbih dan shalat sya'ban itu bid'ah?


Pertanyaan :
Apakah
Shalat
tasbih
dan
shalat
nisfu
sya ’ban
itu
bid’ah ?
Jawaban
dari
Habib
Munzir
Al Musawwa
Alaikumsalam warahmatullah
wabarakatuh,
kebahagiaan dan Kesejukan
Rahmat Nya semoga selalu
menaungi hari hari anda dg
kebahagiaan,
Saudaraku yg kumuliakan,
Mengenai shalat tasbih,
riwayatnya adalah berkata
Rasulullah saw kepada Abbas
ra : “Wahai Abbas, wahai
pamanku, maukah kau
kuberi?, maukah kau
termuliakan?, maukah kau
kuajari keluhuran..?, maka
perbuatlah 10 hal, yg jika kau
kerjakan maka Allah akan
mengampuni dosamu yg
pertama dan terakhir, dosa yg
terdahulu dan yg baru, yg
sengaja dan tak sengaja, yg
besar dan yg kecil, yg
tersembunyi dan yg terang
terangan, 10 bagian yaitu kau
shalat 4 rakaat, dan kau
membaca pada setiap rakaat
surat Fatihah dan surat
lainnya,jika selesai dari
bacaannya maka bacalah
Subhanallah walhamdulilllah
walaa ilaha illallah wallahu
akbar 15X, lalu ……(demikian
Rasul saw meneruskan bacaan
shalat tasbih sebagaimana
kita ketahui).. maka jadilah
setiaprakaat 75X dzikir itu,
lakukan demikian 4 rakaat,
maka lakukanlah jika mampu
akan hal itu setiap hari, jika
tidak maka setiap jumat
sekali, jika tidak maka setiap
bulan sekali,jika tidak maka
setahun sekali, jika tidak
maka seumur hidupmu sekali
(HR Sunan Abi Dawud bab
shalat tasbih, Mustadrak ala
shahihain Bab Shalat
Tattawwu ’, Fathul Baari
Bisyarah Shahih Bukhari Bab
Fadhl Attasbih, dll).
Mengenai shalat nisfu sya ’ban
saya belum menemukan
riwayatnya yg shahih dan
tsigah, namun kita lebih
percaya pada parea Kyai kita
daripada mereka yg dangkal
dalam ilmu hadits
jikapun hal itu bid’ah, maka
tentunya Bid’ah hasanah,
Shalat sunnah boleh
dil;akukan kapan saja, maka
jika memperbanyak ibadah di
malam nisfu sya ’ban dengan
memperbanyak shalat,
apakah salahnya?
salahkan orang
memperbanyak sujud dimalam
itu?
sebagaimana riwayat shahih
ketika Imam Masjid Quba
mengada ada dengan
membaca surat alikhlas pada
setiap rakaat setelah fatihah
baru kemudian surat lainnya,
maka makmumnya
memprotesnya, kenapa surat
al ikhlas disederajatkan dg
fatihah??
maka imam itu keras kepala
dan tak mau merubahnya,
kabar disampaikan pada Rasul
saw, dan Rasul saw
memanggilnya dan
menanyakannya, maka Imam
Masjid Quba menjawab tanpa
dalil, seraya berkata : “Aku
mencintai surat Al Ikhlas..,
maka Rasul saw bersabda :
cintamu pada surat al ikhlas
akan membuatmu masuk
sorga ” (Shahih Bukhari).
jelas sudah, Rasul saw tak
menyalahkan orang yg
membuat buat suatu hal yg
beliau saw tak ajarkan,
selama hal itu baiik, berikut
masalah Bid ’ah hasanah :
BID’AH
1. Nabi saw memperbolehkan
berbuat bid ’ah hasanah.
Nabi saw memperbolehkan
kita melakukan Bid ’ah
hasanah selama hal itu baik
dan tidak menentang syariah,
sebagaimana sabda beliau
saw : “Barangsiapa membuat
buat hal baru yg baik dalam
islam, maka baginya
pahalanya dan pahala orang
yg mengikutinya dan tak
berkurang sedikitpun dari
pahalanya, dan barangsiapa
membuat buat hal baru yg
buruk dalam islam, maka
baginya dosanya dan dosa
orang yg mengikutinya dan
tak dikurangkan sedikitpun
dari dosanya ” (Shahih Muslim
hadits no.1017, demikian pula
diriwayatkan pada Shahih Ibn
Khuzaimah, Sunan Baihaqi
Alkubra, Sunan Addarimiy,
Shahih Ibn Hibban dan banyak
lagi). Hadits ini menjelaskan
makna Bid’ah hasanah dan
Bid;ah dhalalah.
Perhatikan hadits beliau saw,
bukankah beliau saw
menganjurkan?, maksudnya
bila kalian mempunyai suatu
pendapat atau gagasan baru
yg membuat kebaikan atas
islam maka perbuatlah..,
alangkah indahnya bimbingan
Nabi saw yg tidak mencekik
ummat, beliau saw tahu
bahwa ummatnya bukan hidup
untuk 10 atau 100 tahun, tapi
ribuan tahun akan berlanjut
dan akan muncul kemajuan
zaman, modernisasi, kematian
ulama, merajalela
kemaksiatan, maka tentunya
pastilah diperlukan hal hal yg
baru demi menjaga muslimin
lebih terjaga dalam
kemuliaan, demikianlah
bentuk kesempurnaan agama
ini, yg tetap akan bisa dipakai
hingga akhir zaman, inilah
makna ayat : “ALYAUMA
AKMALTU LAKUM
DIINUKUM..dst, “hari ini
Kusempurnakan untuk kalian
agama kalian, kusempurnakan
pula kenikmatan bagi kalian,
dan kuridhoi islam sebagai
agama kalian ”, maksudnya
semua ajaran telah sempurna,
tak perlu lagi ada pendapat
lain demi memperbaiki agama
ini, semua hal yg baru selama
itu baik sudah masuk dalam
kategori syariah dan sudah
direstui oleh Allah dan rasul
Nya, alangkah sempurnanya
islam,
bila yg dimaksud adalah tidak
ada lagi penambahan, maka
pendapat itu salah, karena
setelah ayat ini masih ada
banyak ayat ayat lain turun,
masalah hutang dll, berkata
para Mufassirin bahwa ayat ini
bermakna Makkah
Almukarramah sebelumnya
selalu masih dimasuki orang
musyrik mengikuti hajinya
orang muslim, mulai kejadian
turunnya ayat ini maka
Musyrikin tidak lagi masuk
masjidil haram, maka
membuat kebiasaan baru yg
baik boleh boleh saja.
namun tentunya bukan
membuat agama baru atau
syariat baru yg bertentangan
dg syariah dan sunnah Rasul
saw, atau menghalalkan apa
apa yg sudah diharamkan oleh
Rasul saw atau sebaliknya,
inilah makna hadits beliau
saw : “Barangsiapa yg
membuat buat hal baru yg
berupa keburukan …dst”,
inilah yg disebut Bid’ah
Dhalalah.
Beliau saw telah memahami
itu semua, bahwa kelak
zaman akan berkembang,
maka beliau saw
memperbolehkannya (hal yg
baru berupa kebaikan),
menganjurkannya dan
menyemangati kita untuk
memperbuatnya, agar ummat
tidak tercekik dg hal yg ada
dizaman kehidupan beliau saw
saja, dan beliau saw telah
pula mengingatkan agar
jangan membuat buat hal yg
buruk (Bid ’ah dhalalah).
Mengenai pendapat yg
mengatakan bahwa hadits ini
adalah khusus untuk sedekah
saja, maka tentu ini adalah
pendapat mereka yg dangkal
dalam pemahaman syariah,
karena hadits diatas jelas jelas
tak menyebutkan pembatasan
hanya untuk sedekah saja,
terbukti dengan perbuatan
bid ’ah hasanah oleh para
Sahabat dan Tabi’in.
2. Siapakah yg pertama
memulai Bid ’ah hasanah
setelah wafatnya Rasul saw?
Ketika terjadi pembunuhan
besar besaran atas para
sahabat (Ahlul yamaamah) yg
mereka itu para Huffadh (yg
hafal) Alqur ’an dan Ahli
Alqur’an di zaman Khalifah
Abubakar Asshiddiq ra,
berkata Abubakar Ashiddiq ra
kepada Zeyd bin Tsabit ra :
“ Sungguh Umar (ra) telah
datang kepadaku dan
melaporkan pembunuhan atas
ahlulyamaamah dan
ditakutkan pembunuhan akan
terus terjadi pada para
Ahlulqur ’an, lalu ia
menyarankan agar Aku
(Abubakar Asshiddiq ra)
mengumpulkan dan menulis
Alqur ’an, aku berkata :
Bagaimana aku berbuat suatu
hal yg tidak diperbuat oleh
Rasulullah..??, maka Umar
berkata padaku bahwa Demi
Allah ini adalah demi
kebaikan dan merupakan
kebaikan, dan ia terus
meyakinkanku sampai Allah
menjernihkan dadaku dan aku
setuju dan kini aku
sependapat dg Umar, dan
engkau (zeyd) adalah pemuda,
cerdas, dan kami tak
menuduhmu (kau tak pernah
berbuat jahat), kau telah
mencatat wahyu, dan
sekarang ikutilah dan
kumpulkanlah Alqur ’an dan
tulislah Alqur’an..!” berkata
Zeyd : “Demi Allah sungguh
bagiku diperintah
memindahkan sebuah gunung
daripada gunung gunung tidak
seberat perintahmu padaku
untuk mengumpulkan
Alqur ’an, bagaimana kalian
berdua berbuat sesuatu yg tak
diperbuat oleh Rasulullah
saw ??”, maka Abubakar ra
mengatakannya bahwa hal itu
adalah kebaikan, hingga iapun
meyakinkanku sampai Allah
menjernihkan dadaku dan aku
setuju dan kini aku
sependapat dg mereka berdua
dan aku mulai mengumpulkan
Alqur ’an”. (Shahih Bukhari
hadits no.4402 dan 6768).
Nah saudaraku, bila kita
perhatikan konteks diatas
Abubakar shiddiq ra mengakui
dengan ucapannya : “sampai
Allah menjernihkan dadaku
dan aku setuju dan kini aku
sependapat dg Umar ”, hatinya
jernih menerima hal yg baru
(bid ’ah hasanah) yaitu
mengumpulkan Alqur’an,
karena sebelumnya alqur’an
belum dikumpulkan menjadi
satu buku, tapi terpisah pisah
di hafalan sahabat, ada yg
tertulis di kulit onta, di
tembok, dihafal dll, ini adalah
Bid ’ah hasanah, justru mereka
berdualah yg memulainya.
Kita perhatikan hadits yg
dijadikan dalil menafikan
(menghilangkan) Bid ’ah
hasanah mengenai semua
bid ’ah adalah kesesatan,
diriwayatkan bahwa Rasul saw
selepas melakukan shalat
subuh beliau saw menghadap
kami dan menyampaikan
ceramah yg membuat hati
berguncang, dan membuat
airmata mengalir.., maka
kami berkata : “Wahai
Rasulullah.. seakan akan ini
adalah wasiat untuk
perpisahan …, maka beri
wasiatlah kami..” maka rasul
saw bersabda : “Kuwasiatkan
kalian untuk bertakwa kepada
Allah, mendengarkan dan
taatlah walaupun kalian
dipimpin oleh seorang Budak
afrika, sungguh diantara
kalian yg berumur panjang
akan melihat sangat banyak
ikhtilaf perbedaan pendapat,
maka berpegang teguhlah
pada sunnahku dan sunnah
khulafa ’urrasyidin yg mereka
itu pembawa petunjuk,
gigitlah kuat kuat dg geraham
kalian (suatu kiasan untuk
kesungguhan), dan hati
hatilah dengan hal hal yg
baru, sungguh semua yg
Bid;ah itu adalah kesesatan”.
(Mustadrak Alasshahihain
hadits no.329).
Jelaslah bahwa Rasul saw
menjelaskan pada kita untuk
mengikuti sunnah beliau dan
sunnah khulafa ’urrasyidin, dan
sunnah beliau saw telah
memperbolehkan hal yg baru
selama itu baik dan tak
melanggar syariah, dan
sunnah khulafa ’urrasyidin
adalah anda lihat sendiri
bagaimana Abubakar shiddiq
ra dan Umar bin Khattab ra
menyetujui bahkan
menganjurkan, bahkan
memerintahkan hal yg baru,
yg tidak dilakukan oleh Rasul
saw yaitu pembukuan
Alqur ’an, lalu pula selesai
penulisannya dimasa Khalifah
Utsman bin Affan ra, dg
persetujuan dan kehadiran Ali
bin Abi Thalib kw.
Nah.. sempurnalah sudah
keempat makhluk termulia di
ummat ini, khulafa’urrasyidin
melakukan bid’ah hasanah,
Abubakar shiddiq ra dimasa
kekhalifahannya
memerintahkan pengumpulan
Alqur ’an, lalu kemudian Umar
bin Khattab ra pula dimasa
kekhalifahannya
memerintahkan tarawih
berjamaah dan seraya
berkata : “Inilah sebaik baik
Bid’ah!”(Shahih Bukhari hadits
no.1906) lalu pula selesai
penulisan Alqur ’an dimasa
Khalifah Utsman bin Affan ra
hingga Alqur ’an kini dikenal
dg nama Mushaf Utsmaniy,
dan Ali bin Abi Thalib kw
menghadiri dan menyetujui
hal itu.
Demikian pula hal yg dibuat-
buat tanpa perintah Rasul saw
adalah dua kali adzan di
Shalat Jumat, tidak pernah
dilakukan dimasa Rasul saw,
tidak dimasa Khalifah
Abubakar shiddiq ra, tidak
pula dimasa Umar bin khattab
ra dan baru dilakukan dimasa
Utsman bn Affan ra, dan
diteruskan hingga kini (Shahih
Bulkhari hadits no.873).
Siapakah yg salah dan
tertuduh?, siapakah yg lebih
mengerti larangan Bid’ah?,
adakah pendapat mengatakan
bahwa keempat
Khulafa ’urrasyidin ini tak
faham makna Bid’ah?
3. Bid’ah Dhalalah
Jelaslah sudah bahwa mereka
yg menolak bid ’ah hasanah
inilah yg termasuk pada
golongan Bid ’ah dhalalah, dan
Bid’ah dhalalah ini banyak
jenisnya, seperti penafian
sunnah, penolakan ucapan
sahabat, penolakan pendapat
Khulafa ’urrasyidin, nah…
diantaranya adalah penolakan
atas hal baru selama itu baik
dan tak melanggar syariah,
karena hal ini sudah
diperbolehkan oleh Rasul saw
dan dilakukan oleh
Khulafa’urrasyidin, dan Rasul
saw telah jelas jelas
memberitahukan bahwa akan
muncul banyak ikhtilaf,
berpeganglah pada Sunnahku
dan Sunnah
Khulafa ’urrasyidin, bagaimana
Sunnah Rasul saw?, beliau saw
membolehkan Bid ’ah hasanah,
bagaimana sunnah
Khulafa ’urrasyidin?, mereka
melakukan Bid’ah hasanah,
maka penolakan atas hal
inilah yg merupakan Bid ’ah
dhalalah, hal yg telah
diperingatkan oleh Rasul saw.
Bila kita menafikan
(meniadakan) adanya Bid ’ah
hasanah, maka kita telah
menafikan dan membid ’ahkan
Kitab Al-Quran dan Kitab
Hadits yang menjadi panduan
ajaran pokok Agama Islam
karena kedua kitab tersebut
(Al-Quran dan Hadits) tidak
ada perintah Rasulullah saw
untuk membukukannya dalam
satu kitab masing-masing,
melainkan hal itu merupakan
ijma/kesepakatan pendapat
para Sahabat
Radhiyallahu ’anhum dan hal
ini dilakukan setelah
Rasulullah saw wafat.
Buku hadits seperti Shahih
Bukhari, shahih Muslim dll
inipun tak pernah ada
perintah Rasul saw untuk
membukukannya, tak pula
Khulafa ’urrasyidin
memerintahkan menulisnya,
namun para tabi ’in mulai
menulis hadits Rasul saw.
Begitu pula Ilmu
Musthalahulhadits, Nahwu,
sharaf, dan lain-lain sehingga
kita dapat memahami
kedudukan derajat hadits, ini
semua adalah perbuatan
Bid ’ah namun Bid’ah Hasanah.
Demikian pula ucapan
“ Radhiyallahu’anhu” atas
sahabat, tidak pernah
diajarkan oleh Rasulullah saw,
tidak pula oleh sahabat,
walaupun itu di sebut dalam
Al-Quran bahwa mereka para
sahabat itu diridhoi Allah,
namun tak ada dalam Ayat
atau hadits Rasul saw
memerintahkan untuk
mengucapkan ucapan itu
untuk sahabatnya, namun
karena kecintaan para Tabi’in
pada Sahabat, maka mereka
menambahinya dengan
ucapan tersebut.
Dan ini merupakan Bid ’ah
Hasanah dengan dalil Hadits di
atas, Lalu muncul pula kini Al-
Quran yang di kasetkan, di CD
kan, Program Al-Quran di
handphone, Al-Quran yang
diterjemahkan, ini semua
adalah Bid’ah hasanah.
Bid’ah yang baik yang
berfaedah dan untuk tujuan
kemaslahatan muslimin,
karena dengan adanya Bid ’ah
hasanah di atas maka semakin
mudah bagi kita untuk
mempelajari Al-Quran, untuk
selalu membaca Al-Quran,
bahkan untuk menghafal Al-
Quran dan tidak ada yang
memungkirinya.
Sekarang kalau kita menarik
mundur kebelakang sejarah
Islam, bila Al-Quran tidak
dibukukan oleh para Sahabat
ra, apa sekiranya yang terjadi
pada perkembangan sejarah
Islam ?
Al-Quran masih bertebaran di
tembok-tembok, di kulit onta,
hafalan para Sahabat ra yang
hanya sebagian dituliskan,
maka akan muncul beribu-ribu
Versi Al-Quran di zaman
sekarang, karena semua
orang akan mengumpulkan
dan membukukannya, yang
masing-masing dengan
riwayatnya sendiri, maka
hancurlah Al-Quran dan
hancurlah Islam. Namun
dengan adanya Bid ’ah
Hasanah, sekarang kita masih
mengenal Al-Quran secara
utuh dan dengan adanya
Bid ’ah Hasanah ini pula kita
masih mengenal Hadits-hadits
Rasulullah saw, maka jadilah
Islam ini kokoh dan Abadi,
jelaslah sudah sabda Rasul
saw yg telah
membolehkannya, beliau saw
telah mengetahui dg jelas
bahwa hal hal baru yg berupa
kebaikan (Bid ’ah hasanah),
mesti dimunculkan kelak, dan
beliau saw telah melarang hal
hal baru yg berupa keburukan
(Bid ’ah dhalalah).
Saudara saudaraku, jernihkan
hatimu menerima ini semua,
ingatlah ucapan
Amirulmukminin pertama ini,
ketahuilah ucapan ucapannya
adalah Mutiara Alqur ’an,
sosok agung Abubakar
Ashiddiq ra berkata mengenai
Bid ’ah hasanah : “sampai
Allah menjernihkan dadaku
dan aku setuju dan kini aku
sependapat dg Umar ”.
Lalu berkata pula Zeyd bin
haritsah ra : ”..bagaimana
kalian berdua (Abubakar dan
Umar) berbuat sesuatu yg tak
diperbuat oleh Rasulullah
saw??, maka Abubakar ra
mengatakannya bahwa hal itu
adalah kebaikan, hingga iapun
(Abubakar ra) meyakinkanku
(Zeyd) sampai Allah
menjernihkan dadaku dan aku
setuju dan kini aku
sependapat dg mereka
berdua ”.
Maka kuhimbau saudara
saudaraku muslimin yg
kumuliakan, hati yg jernih
menerima hal hal baru yg baik
adalah hati yg sehati dg
Abubakar shiddiq ra, hati
Umar bin Khattab ra, hati
Zeyd bin haritsah ra, hati para
sahabat, yaitu hati yg
dijernihkan Allah swt,
Dan curigalah pada dirimu bila
kau temukan dirimu
mengingkari hal ini, maka
barangkali hatimu belum
dijernihkan Allah, karena tak
mau sependapat dg mereka,
belum setuju dg pendapat
mereka, masih menolak bid ’ah
hasanah, dan Rasul saw sudah
mengingatkanmu bahwa akan
terjadi banyak ikhtilaf, dan
peganglah perbuatanku dan
perbuatan khulafa ’urrasyidin,
gigit dg geraham yg
maksudnya berpeganglah erat
erat pada tuntunanku dan
tuntunan mereka.
Allah menjernihkan
sanubariku dan sanubari
kalian hingga sehati dan
sependapat dg Abubakar
Asshiddiq ra, Umar bin
Khattab ra, Utsman bin Affan
ra, Ali bin Abi Thalib kw dan
seluruh sahabat.. amiin
Pendapat para Imam dan
Muhadditsin mengenai Bid’ah
1. Al Hafidh Al Muhaddits Al
Imam Muhammad bin Idris
Assyafii rahimahullah (Imam
Syafii)
Berkata Imam Syafii bahwa
bid ’ah terbagi dua, yaitu
bid’ah mahmudah (terpuji) dan
bid’ah madzmumah (tercela),
maka yg sejalan dg sunnah
maka ia terpuji, dan yg tidak
selaras dengan sunnah adalah
tercela, beliau berdalil dg
ucapan Umar bin Khattab ra
mengenai shalat tarawih :
“inilah sebaik baik bid’ah”.
(Tafsir Imam Qurtubiy juz 2
hal 86-87)
2. Al Imam Al Hafidh
Muhammad bin Ahmad Al
Qurtubiy rahimahullah
“ Menanggapi ucapan ini
(ucapan Imam Syafii), maka
kukatakan (Imam Qurtubi
berkata) bahwa makna hadits
Nabi saw yg berbunyi :
“ seburuk buruk permasalahan
adalah hal yg baru, dan
semua Bid ’ah adalah
dhalalah” (wa syarrul umuuri
muhdatsaatuha wa kullu
bid ’atin dhalaalah), yg
dimaksud adalah hal hal yg
tidak sejalan dg Alqur ’an dan
Sunnah Rasul saw, atau
perbuatan Sahabat
radhiyallahu ‘anhum, sungguh
telah diperjelas mengenai hal
ini oleh hadits lainnya :
“ Barangsiapa membuat buat
hal baru yg baik dalam islam,
maka baginya pahalanya dan
pahala orang yg mengikutinya
dan tak berkurang sedikitpun
dari pahalanya, dan
barangsiapa membuat buat
hal baru yg buruk dalam
islam, maka baginya dosanya
dan dosa orang yg
mengikutinya ” (Shahih Muslim
hadits no.1017) dan hadits ini
merupakan inti penjelasan
mengenai bid ’ah yg baik dan
bid’ah yg sesat”. (Tafsir Imam
Qurtubiy juz 2 hal 87)
3. Al Muhaddits Al Hafidh Al
Imam Abu Zakariya Yahya bin
Syaraf Annawawiy
rahimahullah (Imam Nawawi)
“ Penjelasan mengenai hadits :
“Barangsiapa membuat buat
hal baru yg baik dalam islam,
maka baginya pahalanya dan
pahala orang yg mengikutinya
dan tak berkurang sedikitpun
dari pahalanya, dan
barangsiapa membuat buat
hal baru yg dosanya”, hadits
ini merupakan anjuran untuk
membuat kebiasaan kebiasaan
yg baik, dan ancaman untuk
membuat kebiasaan yg buruk,
dan pada hadits ini terdapat
pengecualian dari sabda
beliau saw : “semua yg baru
adalah Bid’ah, dan semua yg
Bid’ah adalah sesat”, sungguh
yg dimaksudkan adalah hal
baru yg buruk dan Bid ’ah yg
tercela”. (Syarh Annawawi
‘ala Shahih Muslim juz 7 hal
104-105)
Dan berkata pula Imam
Nawawi bahwa Ulama
membagi bid ’ah menjadi 5,
yaitu Bid’ah yg wajib, Bid’ah yg
mandub, bid’ah yg mubah,
bid’ah yg makruh dan bid’ah
yg haram.
Bid ’ah yg wajib contohnya
adalah mencantumkan dalil
dalil pada ucapan ucapan yg
menentang kemungkaran,
contoh bid ’ah yg mandub
(mendapat pahala bila
dilakukan dan tak mendapat
dosa bila ditinggalkan) adalah
membuat buku buku ilmu
syariah, membangun majelis
taklim dan pesantren, dan
Bid;ah yg Mubah adalah
bermacam macam dari jenis
makanan, dan Bid ’ah makruh
dan haram sudah jelas
diketahui, demikianlah makna
pengecualian dan kekhususan
dari makna yg umum,
sebagaimana ucapan Umar ra
atas jamaah tarawih bahwa
inilah sebaik2 bid’ah”. (Syarh
Imam Nawawi ala shahih
Muslim Juz 6 hal 154-155)
Al Hafidh AL Muhaddits Al
Imam Jalaluddin Abdurrahman
Assuyuthiy rahimahullah
Mengenai hadits “Bid’ah
Dhalalah” ini bermakna
“Aammun makhsush”,
(sesuatu yg umum yg ada
pengecualiannya), seperti
firman Allah : “… yg
Menghancurkan segala
sesuatu ” (QS Al Ahqaf 25) dan
kenyataannya tidak segalanya
hancur, (*atau pula ayat :
“ Sungguh telah kupastikan
ketentuanku untuk memenuhi
jahannam dengan jin dan
manusia keseluruhannya ” QS
Assajdah-13), dan pada
kenyataannya bukan semua
manusia masuk neraka, tapi
ayat itu bukan bermakna
keseluruhan tapi bermakna
seluruh musyrikin dan orang
dhalim.pen) atau hadits : “aku
dan hari kiamat bagaikan
kedua jari ini ” (dan
kenyataannya kiamat masih
ribuan tahun setelah wafatnya
Rasul saw) (Syarh Assuyuthiy
Juz 3 hal 189).

0 komentar:

Posting Komentar

MOTEKAR-LIFE™ © 2008 Template by:
SkinCorner